Al-Quran diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad secara mutawatir melalui malaikat jibril. (Sitorus, 2018) Turunnya al-quran pun secara sedikit demi sedikit agar mudah dipahami dan mudah diingat oleh Nabi. Setiap ayat turun dengan dibawa oleh Jibril, Nabi meminta untuk mengulang-ulang ayat tersebut. Konon, permintaan Nabi Muhammad ini adalah sebagai bentuk permintaan macam-macam bacaan hingga Jibril pun mengulangi bacaannya hingga beberapa kali.
Dari bacaan Jibril itulah, Nabi mengajarkan kepada para sahabat-sahabatnya. Menurut Suarni (2018) jumlah qiraat sangat banyak sekali, bisa jadi ratusan bentuk qiraat.
Tentang qiraat sangat berkaitan dengan proses kodifikasi al-Qur'an pada era Sahabat Abu Bakar hingga puncaknya pada era Sayyidina Usman. Oleh sebab itu, mengetahui tentang qiraat sebaiknya juga diiringi dengan sejarah pengumpulan al-Qur'an.
Namun, pada tulisan ini hanya akan membahas tentang 3 syarat qiraat yang bisa diterima, jika qiraat tidak memenuhi ketiga syarat ini maka qiraat tersebut adalah mardud (ditolak).
Berikut ini adalah 3 syarat qiraat bisa diterima dan dipraktikkan.
1. Sanadnya harus Muttasil (sambung hingga Rasulullah)
Al-Quran disampaikan secara mutawatir, semua ulama sepakat dengan hal tersebut. Hal itu juga dijadikan sebagai syarat diterimanya qiraat, yaitu sanadnya harus muttasil hingga rasulullah, sekaligus disampaikan secara mutawatir.
2. Sesuai dengan rasm Usmani
Rasm Usmani merupakan bentuk final dari tulisan al-Quran. Pengumpulan mushaf yang dimulai sejak era Sayyidina Abu Bakar lalu dari mushaf yang masih belum rapi tersebut disalin oleh Sayyinan Usman, ada yang mengatakan disalin menjadi lima mushaf.
Dari lima mushaf itulah yang dijadikan sebagai salah satu tolok ukur qiraat diterima. Yaitu, sesuai dengan rasm yang sudah disalin oleh tim Sayyidina Usman. Baca: Sejarah dan Kaidah Penulisan Rasm Usmani di Zaman Sayyidina Usman.
3. Sesuai dengan logat (lahjah) Bahasa Arab
Lahjah atau logat bahasa al-Quran adalah Bahasa Arab, oleh sebab itu qiraat harus sesuai dengan lajjahnya orang Arab, jika sebuah qiraat tidak sesuai dengan lajjah Arab maka qiraat tersebut bisa ditolak atau mardud. Kesesuaian logat Bahasa Arab ini memang sangat logis sekali, sebab alquran diturunkan dengan Bahasa Arab, jadi kalau tidak sesuai dengan logatnya orang arab, otomatis qiraat tersebut tertolak.
Ketiga syarat di atas adalah yang harus diperhatikan agar bisa memahami syarat-syarat qiraat diterima.
Imam Qiraat Tujuh dan Sepuluh
Adapun qiraat yang diterima hingga har ini, para ulama menyepakati terdapat 7 qiraat yang mutawattir. Tujuh qiraat tersebut dinisbatkan kepada para Imam-imam Qiraat.
- Imam Nafi' di Madinah (w. 169 H.)
- Imam Abdullah ibnu Katsir di Makkah (w. 120 H)
- Abu Amr bin al-Ala di Bashrah (w. 154 H.)
- Imam Abdullah bin Amir di Syam (w. 118 H.)
- Imam Ashim bin Abu an-Nujud di Kufah (w. 156 H.)
- Imam Hamzah bin Hubaib di Kufah (w. 187 H.)
- Imam Ali bin Hamzah al-Kisa'i di Kufah (w. 187 H.)
Sedangkan qiraat yang masyhur ditambah 3 imam lagi yaitu sebagai berikut
- Imam Abu Ja'far Yazid bin al-Qa'qa' di Madinah (w. 130 H.)
- Imam Ya'qub bin Ishaq al-Hadhrami di Basrah (w. 205 H.)
- Imam Khalaf bin Hisyam di Basrah (w. 229 H.)
Post a Comment for "3 Syarat Qiraat Bisa Diterima"